Antara Dua Kuburan

Sebaik sebelum menghantar Mawardi ke Hira’, kami; aku, umi, abi dan odi singgah sebentar di Masjid Pantai Remis. Seusai solat, aku meneliti perkuburan yang berhadapan dengan masjid. Sepi. Penuh dengan belukar dan pepohon liar. Hati ini terdetik dan lantas teringat akan kematian. Setelah aku amati perasaan itu, diri ini masih terpampang dihadapan kuburan itu, melihatnya dari jauh melalui celahan tingkap masjid yang terbuka sambil badan disejukkan tiupan angin kipas elektrik.

Aku dalami hati dan akal.

Hati gerun mengingati hakikat bahwa kita semua akan kesana. Itulah tanah lapang buat kehidupan sementara menunggu saat dibangkitkan. Disitu jua diri akan ditemani sang amal saat hidup di dunia. Disitu jualah kita rasa sekelumit dari nikmatnya Syurga atau azabnya Neraka Allah swt.

Sedang akal aku pula bertanya..kenapa aku masih di sini? Masih termenungkan suatu ketentuan yang pasti, tapi kenapa aku masih belum tergerak untuk mengalihkan pandangan dan lantas bekerja? Bukankah setiap detik dalam kehidupan itu berharga? Amal yang pasti kita bawa kedalam perkuburan nanti?

Antara darjat dua perkuburan

Apa bezanya antara dua kuburan ini? Salah satunya adalah di Malaysia manakala yang satu lagi perkuburan baqi’ di Madinah. Tanya diri, kenapa penghayatan kita tak sama antara dua kuburan ini?

Sedang yang satu itu sekadar mengingatkan akan kematian, yang satu lagi pula mengingatkan kematian yang diawali dengan perjuangan. Berbeza bukan? Sudah pasti. Satu kuburan itu yang nampak pada mata kasar satu reality kehidupan yang penuh dengan kepayahan, kerumitan urusan dunia, kecelaruan system kehidupan yang tidak diturut dengan sebetulnya. Dan lantas semua kesulitan itu terangkat dengan kematian. Manakala gambaran penghayatan yang dapat kita dalami dari suasana kesederhanaan perkuburan baqi’ penuh dengan perjuangan, pengorbanan, izzah dan kemuliaan, kesungguhan dan terangkat dengan dijemputnya kematian dengan keredhaanNya. Alangkah mulianya.

Sebetulnya kita apabila menziarahi kuburan, hati akan insaf akan hakikat kehidupan; semuanya akan berakhir. Tapi jika perasaan itu sekadar insaf, sejauh manakah ia akan menggerakkan kita untuk memahami hakikat yang terbit saat teringatkan kematian? Sekuat manakah impaknya dalam pekerjaan kita untuk mencari keredhaanNya? Namun, kematian yang disulami dengan perasaan mencintainya, keinginan untuk mengecapinya, perasaan rindu untuk bertemu Allah, rasulullah dan para sahabat; barulah akan menggerakkan kita untuk bekerja. Dalam islam kita tidak didik untuk takut akan kematian, bahkan kita di tarbiyah untuk mengejarnya!

“mana mungkin kami menang saat perang dengan suatu kaum yang cintanya pada kematian lebih tinggi daripada kami cuba untuk mempertahankan nyawa kami sendiri!” – tentera Rom

Gambaran kubur di Malaysia tidak sah tanpa batuan dan binaan. Seolah-olah itulah tanda kasih mereka yang hidup buat yang sudah pergi. Itulah tanda kita memuliakan mereka agar kehidupan mereka disana ‘tenang’ dihimpit batu keras binaan karut marut bid’ah dari peradaban silam sebelum islam di tanah nusantara. Sangat jelas imej yang diperlihatkan, kematian itu adalah suatu lawak jenaka, kerana ada juga yang menjadikan binaan kubur itu status keluarga dan imej mewah kehidupan dunia.
Kuburan itu hanyalah peringatan buat kita yang hidup. Ia pasti menjengah. Tidak dilambatkannya sesaat mahupun diawalkannya sesaat. Dan peringatan itu dihidupkan dengan amal dan takwa. Menghayati perjuangan para pejuang terdahulu dalam membela aqidah kita, herdikan dan cemuhan yang terpaksa mereka hadapi, dipulau dan dikurungkan di balik jeriji besi berulang kali sehinggalah mereka temuinya dijemput penuh kemuliaan; baik diatas katil dibasahi darah, diulit tali gantung, dilibas pedang di medan qital mahupun saat tidur bersama keluarga. Mereka menemuinya dalam keadaan redha akan kehidupan yang mereka lalui dan Allah redha akan mereka.

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan dimasukanNya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah redha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” – Surah Al-Mujadilah [58]: 22

Nabi melukis tanda kasihnya pada kita

Daripada Abdullah Ibnu Mas’ud: Nabi saw. Membuat garis berbentuk empat persegi panjang lalu membuat suatu garis di tengah-tengahnya yang keluar dari bingkai itu, dan membuat garis-garis kecil di sisi garis yang ada di tengahnya. Sesudah itu baginda bersabda menerangkan, “Ini sebagai gambaran tentang manusia, dan ini adalah gambaran tentang ajaln yang mengelilinginya atau telah meliputinya, sedang garis yang menmpus ke luar adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah penyakit-penyakitnya; jika ia selamat dari yang ini, pasti ai dimakan oleh yang lain.” – Shahih Bukhari, 8/111

Alangkah tepatnya gambaran Nabi saw.? Angan-angan itu sentiasa menjangkaui kemampuan hayat kita sendiri, sedangkan hayat yang masih dalam lingkungan kematian itu masih kita persiakan. Bukankah kerja pengislahan diluar sana sangat banyak? Berapa ramai sangatlah ummat manusia hari ini mendekatkan dahinya ke tanah meninggikan Allah swt.? Berapa ramai sangatlah mereka yang mendokong cita-cita mulia meletakkan islam sebagai ustaziatul alam? Dalam keadaan ini pun para du’at masih mengimpikan keindahan-keindahan duniawi!? Masihkah punya masa untuk memikirkan tentang diri sendiri sedang ummat merintih? Sungguh tertipulah diri jika demikian. Kerana masa yang tinggal, aku sangat yakin, hanya tinggal untuk amal merebut mardhotillah.

Kita seringkali memberatkan fikiran tentang masa depan. Sehingga kadang-kala masa terhenti hanya memikirkan kesudahan yang belum pasti. Sedang saat yang sangat memerlukan tumpuan kita adalah masa sekarang. Masa ini. Saat ini. Kerja amal dakwi mana yang masih belum terlaksana. Apakah yang masih dikendong itu sudahpun ada perkembangannya. Jika belum, dimana yang perlu dipertingkatkan dan diberikan perhatian. Masa semakin suntuk. Masa kematian kita semakin hampir.

Do not think about what will happen; think about what you have to do at that exact moment to achieve what is to happen

Pesanan Umar Ibnu Abdul Aziz

“Sesungguhnya keamanan di hari esok hanya bagi orang yang berhati-hati kepada Allah dan takut kepadaNya, dan dia menjual yang sedikit dengan yang banyak dan yang habis dengan yang kekal.

Tidakkah kalian lihat harta benda yang telah diraih oleh orang-orang yang binasa. Harta benda itu akan dikuasai oleh orang-orang yang masih hidup sesudah kalian. Dan demikian seterusnya sampai kalian dikembalikan kepada sebaik-baik yang mewarisi (Allah swt)”

“..perbanyakkanlah mengingati kematian kerana sesungguhnya tidak sekali-kali engkau berada dalam kesempitan dari urusanmu dan penghidupanmu susah lalu engkau mengingat kematian, melainkan segala sesuatunya akan menjadi luas bagimu. Dan tidak sekali-kali engkau berada dalam kesenangan dari urusanmu dan hidup dengan makmur, lalu engkau mengingati kematian, melainkan akan menjadi sempitlah segala sesuatunya bagimu”

Bekerjalah wahai diri kerna sakaratul maut itu pasti menjengah. Sedangkan kerja engkau masih banyak yang belum terlaksana.

“aku dibuat tertawa oleh orang yang mengharapkan dunia, padahal maut mengejarnya, dan orang yang lalai sedangkan dirinya tidak dilupakan..” – Abu Darda’ ra.

0 comments:

Post a Comment

Click to view my Personality Profile page